Monday, May 15, 2017

Perlindungan Terhadap Hak Pasien "Tentang Pemberian Inform Concent"

Perlindungan pasien tentang hak memperoleh Informed Consent dan Rekam Medis dapat dijabarkan seperti dibawah ini:

UU N0 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pasal 56 :
1.    Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
2.        Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  tidak berlaku pada:
a.    penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara
cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas.
b.    keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri.
c.    gangguan mental berat.

Pernyataan IDI Tentang Informed Consent
1.        Manusia dewasa dan sehat rohaniah berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya.
2.        Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien itu sendiri. Oleh karena itu, semua tindakan medis (diagnostik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan "Informed Consent" secara lisan maupun tertulis.
3.    Setiap tindakan medis yang mengandung risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien, setelah sebelumnya pasien itu memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang berkaitan dengannya ( "Informed Consent" ).
4.        Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.
5.      Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta oleh pasien maupun tidak. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi itu kepada keluarga terdekat. Dalam memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien, kehadiran seorang perawat / paramedik lain sebagai saksi adalah penting.
6.      Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informasi "Informed Consent"). Informasi harus diberikan secara jujur dan benar, terkecuali bila dokter menilai bahwa hal ini dapat merugikan kepentingan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi yang benar itu kepada keluarga terdekat pasien.
7.        Dalam hal tindakan bedah (operasi) dan tindakan invasif lainnya, informasi harus diberikan oleh dokter yang bersangkutan sendiri. Untuk tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan invasif, informasi dapat diberikan oleh perawat atau dokter lain, sepengetahuan atau dengan petunjuk dokter yang merawat.
8.     Perluasan operasi yang dapat diduga sebelum tindakan dilakukan, tidak boleh dilakukan tanpa informasi sebelumnya kepada keluarga yang terdekat atau yang menunggu. Perluasan yang tidak dapat diduga sebelum tindakan dilakukan, boleh dilaksanakan tanpa informasi sebelumnya bila perluasan operasi tersebut perlu untuk menyelamatkan nyawa pasien pada waktu itu.
9.        Informed Consent diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sehat rohaniah.
10.  Untuk orang dewasa yang berada dibawah pengampuan, Informed Consent diberikan oleh orangtua / kurator / wali. Untuk yang dibawah umur dan tidak mempunyai orangtua/wali. "Informed Consent" diberikan oleh keluarga terdekat.
11.    Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan, serta tidak didampingi oleh yang tersebut dalam butir 10, dan yang dinyatakan secara medis berada dalam keadaan gawat dan/atau darurat, yang memerlukan tindakan medis segera untuk kepentingan pasien, tidak diperlukan Informed Consent dari siapapun dan ini menjadi tanggung jawab dokter.
12.    Dalam pemberian persetujuan berdasarkan informasi untuk tindakan medis di RS / Klinik, maka RS / Klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab


UU RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45:
1.     Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2.      Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3.      Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup
a.         diagnosis dan tata cara tindakan medis
b.         tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c.         alternative tindakan laindari risikonya;
d.        risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e.         prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
4.   Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
5.    Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan
6.      Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.


Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
1.    Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa : semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2.   Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa : penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien dan atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
3.      Pasal 7 ayat (3) menyatakan bahwa: penjelasan tentang tindakan kedokteran dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup :
a.    Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b.    Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c.    Alternatif tindakan lain dan resikonya
d.   Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e.    Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f.     Prakiraan pembiayaan
g.    Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa: persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat


Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medik
1.        Pasal 12 ayat (2)  menyatakan bahwa: isi rekam medis merupakan milik pasien
2.      Pasal 13 ayat (1)  hurup a menyatakan bahwa: pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai : pemerilaharaan kesehatan  dan pengobatan pasien.